Kegagalan Pada Isolasi Cair (Minyak)
Karakteristik pada isolasi minyak
trafo akan berubah jika terjadi ketidakmurnian di dalamnya. Hal ini akan
mempercepat terjadinya proses kegagalan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kegagalan isolasi antara lain adanya partikel padat, uap air dan gelembung gas.
Mekanisme Kegagalan Isolasi Cair
Teori mengenai kegagalan dalam zat
cair kurang banyak diketahui dibandingkan dengan teori kegagalan gas atau zat
padat. Hal tersebut disebabkan karena sampai saat ini belum didapatkan teori
yang dapat menjelaskan proses kegagalan dalam zat cair yang benar-benar sesuai
antara keadaan secara teoritis dengan keadaan sebenarnya. Teori kegagalan zat
isolasi cair dapat dibagi menjadi empat jenis sebagai berikut:
a. Teori
Kegagalan Elektronik
Teori ini
merupakan perluasan teori kegagalan dalam gas, artinya proses kegagalan yang
terjadi dalam zat cair dianggap serupa dengan yang terjadi dalam gas. Oleh
karena itu supaya terjadi kegagalan diperlukan elektron awal yang dimasukkan
kedalam zat cair. Elektron awal inilah yang akan memulai proses kegagalan.
b. Teori Kegagalan Gelembung
Kegagalan
gelembung atau kavitasi merupakan bentuk kegagalan zat cair yang disebabkan
oleh adanya gelembung-gelembung gas di dalamnya.
c. Teori
Kegagalan Bola Cair
Jika suatu
zat isolasi mengandung sebuah bola cair dari jenis cairan lain, maka dapat
terjadi kegagalan akibat ketakstabilan bola cair tersebut dalam medan listrik.
Medan listrik akan menyebabkan tetesan bola cair yang tertahan didalam minyak
yang memanjang searah medan dan pada medan yang kritis tetesan inimenjadi tidak
stabil. Kanal kegagalan akan menjalar dari ujung tetesan yang memanjang
sehingga menghasilkan kegagalan total.
d. Teori
Kegagalan Tak Murnian Padat
Kegagalan
tak murnian padat adalah jenis kegagalan yang disebabkan oleh adanya butiran
zat padat (partikel) didalam isolasi cair yang akan memulai terjadi kegagalan.
Kegagalan Pada Isolasi Padat
Kegagalan isolasi padat terdiri dari
:
A.
Kegagalan asasi (intrinsik) terjadi jika diterapkan
tegangan tinggi pada lapisan dielektrik yang tipis. Hal ini terjadi pada waktu
yang singkat dan disebabkan karena medan listrik yang tinggi di mana elektron
mendapat energi dari tegangan luar sehingga melintasi celah yang terlarang
sampai ke lapisan konduksi. Sifat kegagaln ini adalah :
•
Terjadi pada suhu yang rendah, suhu kamar atau lebih
rendah. Kekuatan kegagalan tidak bergantung pada bentuk gelombang dari tegangan
yang diterapkan dan terjadi pada waktu yang singkat.
•
Kegagalan
bergantung pada bentuk, besar dari spesimen dan bentuk dari kegagalan.
B. Kegagalan elektromekanik adalah
kegagalan yang disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang
mengapit zat isolasi padat sehingga timbul tekanan listrik pada bahan tersebut.
Tekanan listrik yang terjadi menimbulkan tekanan mekanik yang menyebabkan
timbulnya tarik menarik antara kedua elektroda tersebut. Pada tegangan 106
volt/cm menimbulkan tekanan mekanik 2 s.d 6 kg/cm2. Tekanan atau
tarikan mekanis ini berupa gaya yang bekerja pada zat padat berhubungan dengan
Modulus Young.
C. Kegagalan Streamer
Untuk mendapatkan kegagalan streamer, ujung katoda
haru dimasukkan dalam isolasi yang akan diuji. Bila elektroda ditempatkan pada
permukaan bahan isolasi maka elektron dari katoda akan menembus ke anoda
melewati dua medium, yaitu medium udara diperbatasan dan langsung melewati
dielektrik. Karena permitivitas udara lebih kecil dari elektrik, kegagalan ini
terjadi lebih awal daripada dielektrik. Kegagalan dielektrik tidak berbentuk
discharge tunggal tapi berbentuk pohon yang bercabang yang dinamakan “linchtenberger tree” di mana proses
terjadinya sangat singkat ( detik hingga beberapa menit ).
D. Kegagalan
Termal
Umumnya terjadi karena panas disebabkan kerugian
dielektrik. Panas sebagaian dipakai untuk menaikkkan suhu dari bahan dielekrik
dan sebagian hilang di udara. Kenaikan suhu menyebabkan konduktivitas naik.
Kriterianya adalah sebgai berikut:
•
Terjadi pada suhu tinggi
•
Kekuatan medan pada waktu terjadinya kegagalan
tergantung pada bentuk dan besarnya isolasi
•
Waktu yang diperlukan untuk kegagalan adalah dalam
milidetik
•
Pada medan bolak balik harga tegangan gagal lebih
kecil dari medan yang tetap karena kerugian daya bertambah
E. Kegagalan
Erosi
Pada pembuatan suatu isolasi dari kabel bawah tanah
dan alat lainnya kadang-kadang tidak sempurna, sehingga sering terdapat rongga
dalam isolasi. Rongga ini berisi udara atau benda lain, yang mempunyai kekuatan
medan atau kekuatan dielektrik yang berbeda dengan kekuatan dielektrik dari
bahan isolasi. Bila rongga berisi udara maka akan terdapat konsentrasi medan
listrik. Karena itu, pada nilai tegangan normal kekuatan medan pada rongga
dapat bernilai melebihi kekuatan kegagalan, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya kegagalan. Kekuatan medan dalam reongga ditentukan oleh perbandingan
dari permitivitas dan bentuk rongga. Pada setiap pelepasan muatan terjadilah
panas, dan lama kelamaan muka dari rongga akan terjadi karbonisasi dan dapat
merusak susunan kimia isolasi dan terjadinya erosi. Mason dan Krueger melakukan percobaan pada suatu spesimen
berbentuk persegi panjang. Benda dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang
terdapat rongga dan bagian yang tidak rongga.
Kegagalan
yang terjadi pada praktek :
1. Kegagalan Kimia dan Elektro Kimia
Kehadiran udara dan gas lainnya menyebabkan bahan
isolasi padat mangalami perubahan struktur secara kimiawi yang dapat berlanjut
pada tekanan listrik secara terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan
kegagalan isolasi. Beberapa reaksi kimia penting yang terjadi adalah :
•
Oksidasi : Kehadiran
udara atau oksigen, pada material padat seperti karet dan polyethilene
mengalami oksidasi yang dapat meyebabkan keretakan pada permukaan isolator.
•
Hidrolisis : Ketika
uap air dan embun muncul di atas permukaan suatu material padat, maka
hidrolisis akan terjadi dan material tersebut dan menyebabkan material akan
kehilangan atau berkurang sifat listrik maupun sifat mekanisnya. Hidrolisis
biasanya terjadi pada material padat seperti kertas, kain dan beberapa material
seluler akan mengalami perubahan sifat kimiawi yang sangat cepat. Perubahan
kimia (hidrolisis) juga terjadi
pada material padat lainnya seperti plastik (polyethilene) yang menyebabkan penurunan umur pakai dari
material tersebut (aging).
•
Aksi Kimiawi. Meskipun
tidak terdapat medan listrik yang tinggi, namun peningkatan penurunan sifat
kimia pada material isolasi dapat menyebabkan terjadinya berbagai proses
material isolasi dapat menyebabkan terjadinya berbagai proses ketidakstabilan
kimiawi karena adanya temperatur yang tinggi, oksidasi maupun terbentuknya
ozon. Meskipun material isolasi padat digunakan pada berbagai kepentingan
penggunaan dan kondisi yang berbeda, reaksi kimia akan terjadi pada berbagai
material yang dapat mandorong terjadinya penurunan sifat listrik maupun sifat
mekanis yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kegagalan isolasi.
Efek elektro-kimia dan penurunan sifat kimia material dapat diperkecil
dengan cara mengkaji lebih mendalam dan melakukan pengujian material secara
lebih berhati-hati. Isolatornya yang terbuat dari bahan glass (campuran sodium)
harus dihindarkan dari keadaan udara lembab dan basah, sebab sodium dapat
menyebabkan keadaan menjadi tidak stabil, sehingga soda yang dilepaskan ke
permukaan akan menimbulkan pembentukan suatu alkali kuat yang akan menyebabkan
penurunan sifat material secara menyeluruh.
2. Kegagalan Tracking
dan Treeing
Jika suatu
bahan isolasi padat diterapkan tekanan listrik dalam jangka waktu yang lama
maka akan mengalami kegagalan. Secara umum, terdapat dua gejala yang dapat
diamati pada material tersebut, yaitu: (a) Adanya bagian konduksi pada
permukaan isolator. (b) Suatu mekanisme yang bekerja yang menyebabkan arus
bocor melalui bagian konduksi yang pada akhirnya mendorong ke arah pembentukan
suatu percikan (discharge).
Percikan yang terjadi akan menyebar selama proses penjejakan karbon (tracking) dan membentuk cabang-cabang
yang menyerupai pohon (pepohonan)
yang dikenal dengan istilah “treeting”.
Fenomena
pepohonan listrik (treeing)
dapat dijelaskan dengan menggunakan sebuah spesimen (conducting film) yang diletakkan di antara dua elektroda. Dalam
prakteknya, spesimen tersebut diberikan suatu cairan pelembab kemudian
diterapkan tegangan, dan dalam waktu tertentu pada permukaan spesimen akan
mengalami kekeringan. Pada saat yang sama terjadi percikan yang dapat
menyebabkan kerusakan pada permukaan material. Pada material padat seperti
kertas, akan terbentuk karbonisasi di daerah terjadinya percikan api, dan
selanjutnya karbonisasi yang terbentuk akan bertindak sebagai saluran konduksi
permanen yang kemudiannya dapat meningkatkan tekanan yang berlebihan. Proses
ini adalah merupakan proses kumulatif, dan isolator mengalami kegagalan akibat
terjadinya jembatan karbon diantara elektroda. Fenomena ini dikenal dengan
istilah “tracking”.
Pada sisi
yang lain, treeing terjadi karena erosi dari material pada ujung percikan.
Erosi mengakibatkan permukaan menjadi kasar, dan oleh sebab itu dapat menjadi sumber
pengotoran dan pencemaran. Kejadian ini akan meningkatkan konduktivitas, dan
pada sisi yang lain akan membentuk jembatan antara bagian konduksi tadi dengan
elektroda yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan mekanik (keretakan ) pada
bahan isolator.
Umumnya, tracking terjadi pada tegangan yang
rendah yaitu sekitar 100 V, sedang treeing
terjadi pada tegangan tinggi. Treeing
dapat dicegah melalui usaha membersihkan permukaan material, menciptakan
keadaan kering, dan pada permukaan yang halus (yang tidak terjadi kekasaran
permukaan). Oleh karena itu pemilihan material harus didasarkan pada material
yang mempunyai resistansi yang tinggi terhadap fenomena “treeing”.
Kegagalan Pada Isolasi Gas
Saat ini dikenal dua mekanisme kegagalan gas yaitu :
- • Mekanisme Townsend
- • Mekanisme Streamer
1. Mekanisme Kegagalan Townsend
Pada proses primer, elektron yang
dibebaskan bergerak cepat sehingga timbul energi yang cukup kuat untuk
menimbulkan banjiran elektron. Jumlah elektron Ne pada lintasan sejauh dx akan
bertambah dengan dNe, sehingga elektron bebas tambahan yang terjadi Ne.dx .
Ternyata jumlah elektron bebas α dalam lapisan dx adalah dNe = dNe yang
bertambah akibat proses ionisasi sama besarnya dengan jumlah Ne.(t).dt; α ion
positif dN+ baru yang dihasilkan, sehingga dNe = dN+ = dimana :
α : koefisien ionisasi Townsend
dN+ : jumlah ion positif baru yang
dihasilkan Ne : jumlah total elektron
Vd : kecepatan luncur elektron
konstan,Ne = N0, x = α Pada medan
uniform,x α ε Ο sehinggaNe = NO Jumlah elektron yang menumbuk anoda per ε
detik sejauh d dari katoda sama dengan jumlah ion positif yaitu N+ = N0
x α
Jumlah elektron yang meninggalkan
katoda dan mencapai anoda adalah :
Arus ini akan naik terus sampai
terjadi peralihan menjadi pelepasan yang bertahan sendiri. Peralihan ini adalah
percikan dan dα ε diikuti oleh perubahan arus dengan cepat dimana karena
>> d secara teoritis menjadi tak terhingga, tetapi α ε O À1 maka dalam
praktek hal ini dibatasi oleh impedansi rangkaian yang menunjukkan mulainya
percikan.
2. Mekanisme Kegagalan Streamer
Ciri utama kegagalan streamer adalah
postulasi sejumlah besar foto ionisasi molekul gas dalam ruang di depan
streamer dan pembesaran medan listrik setempat oleh muatan ruang ion pada ujung
streamer. Muatan ruang ini menimbulkan distorsi medan dalam sela. Ion positif
dapat dianggap stasioner dibandingkan elektron-elektron yang begerak cepat dan
banjiran elektron terjadi dalam sela dalam awan elektron yang membelakangi
muatan ruang ion positif. Medan Er yang dihasilkan oleh muatan ruang ini pada
jari jari R adalah :
Pada jarak dx, jumlah pasangan x dx
sehingga : α ε α elektron yang dihasilkan adalah R adalah √jari jari banjiran
setelah menempuh jarak x, dengan rumus diffusi R= (2Dt). Dimana t = x/V
sehingga
dimana :
N : kerapatan ion per cm2, e :
muatan elektron ( C ), 0 : permitivitas ruang bebas,ε R : jari jari (cm), V :
kecepatan banjiran, dan D : koefisien diffusi.
Udara
Udara merupakan bahan isolasi yang
mudah didapatkan, mempunyai tegangan tembus yang cukup besar yaitu sekitar 30
kV/cm. kalau dua buah elektroda yang dipisahkan dengan udara mempunyai beda
potensial yang tinggi yaitu tegangan yang melebihi tegangan tembus, maka akan
timbul loncatan bunga api. Bila tegangan itu dinaikkan lagi, maka akan terjadi
busur api. Besarnya tegangan tembus dipengaruhi oleh tekanan udara. Secara
umum,makin besar tekanannya, main besar pula tegangan tembusnya. Tetapi pada
keadaan pakemjustru tegangan tembus akan menjadi lebih besar. Keadaan yang
demikian inilah yang justru digunakan atau diterapkan pada peralatan listrik.
Sulphur
Hexa Fluorida
Sulphur Hexa Fluorida (SF6)
merupakan suatu gas bentukan antara unsur sulphur dengan fluor dengan reaksi
eksotermis :
S + 3 F2 SF6 + 262 kilo kalori
Sampai saat ini SF6 merupakan gas
terberat yang mempunyai massa jenis 6.139 kg/m3 yaitu sekitar 5 kali berat
udara pada suhu 00 celcius dan tekanan 1 atmosfir.
Sifat dari SF6 sebagai media pemadam
busur api dan relevansinya pada sakelar pemutus beban adalah :
a. Hanya memerlukan energi yang
rendah untuk mengoperasikan mekanismenya. Pada prinsipnya, SF6 sebagai pemadam
busur api adalah tanpa memerlukan energi untuk mengkompresikannya, namun
semata-mata karena pengaruh panas busur api yang terjadi.
b. Tekanan SF6 sebagai pemadam busur
api maupun sebagai pengisolasi dapat dengan mudah dideteksi
c. Penguraian pada waktu memadamkan
busur api maupun pembentukannya kembali setelah pemadaman adalah menyeluruh
d. Relatif mudah terionisasi
sehingga plasmanya pada CB konduktivitas tetap rendah dibandingkan pada keadaan
dingin. Hal ini mengurangi kemungkinan busur api tidak stabil dengan demikian
ada pemotongan arus dan menimbulkan tegangan antar kontak.
e. Karakteristik gas SF6 adalah
elektro negatif sehingga penguraiannya menjadikan dielektriknya naik secara bertahap
Kegagalan Pada Isolasi Vacum
Dalam jenis
Townsend debit dalam gas dijelaskan sebelumnya, elektron bisa dikalikan karena
berbagai proses ionisasi dan sebuah longsoran elektron terbentuk. Dalam ruang
hampa tinggi, bahkan jika elektroda dipisahkan oleh, katakanlah, beberapa
sentimeter, elektron melintasi jarak tanpa menemui tabrakan. Oleh karena itu,
perkembangan arus sebelum breakdown tidak dapat disebabkan oleh pembentukan
elektron longsoran. Namun, jika gas dibebaskan dalam ruang hampa, kemudian,
breakdown dapat terjadi dengan cara yang dijelaskan oleh proses Townsend.
Dengan demikian, berbagai mekanisme breakdown dalam ruang hampa tinggi
bertujuan pada membangun jalan di mana pembebasan gas dapat dibawa sekitar
dalam selang ruang hampa.
Selama 70 tahun terakhir atau lebih, banyak mekanisme yang berbeda untuk breakdown dalam ruang hampa telah diusulkan. Ini dapat secara luas dibagi menjadi tiga kategori
Selama 70 tahun terakhir atau lebih, banyak mekanisme yang berbeda untuk breakdown dalam ruang hampa telah diusulkan. Ini dapat secara luas dibagi menjadi tiga kategori
(a) mekanisme
pertukaran partikel
(b) mekanisme
medan emisi
(c) teori
penggumpalan
(a) Mekanisme
Pertukaran Partikel
Dalam mekanisme
ini diasumsikan bahwa sebuah partikel bermuatan akan dipancarkan dari satu
elektroda dalam aksi dari medan elektrik tinggi, dan ketika itu menimpa
elektroda yang lain, membebaskan partikel bermuatan secara berlawanan.
Partikel-partikel ini yang dipercepat dengan menerapkan tegangan balik pada
elektroda pertama dimana mereka melepas lebih dari jenis partikel aslinya.
Ketika proses ini menjadi kumulatif, sebuah rantai reaksi timbul dimana
mengarah kepada breakdown dari selang tersebut.
Mekanisme pertukaran partikel
melibatkan electron-elektron, ion positif, photon dan gas yang diserap pada
permukaan elektroda. Kualitatif, sebuah electron berada dalam selang ruang
hampa yang dipercepat menuju anoda, dan pada dampak pelepasan ion A positif dan photon C. Ion-ion positif ini telah
dipercepat menuju katoda, dan dampaknya tiap ion positif membebaskan
elektron-elektron B dan tiap
photon membebaskan elektron-elektron D.
Ini ditampilkan skematiknya pada Gambar. 2.24. Breakdown akan terjadi jika koefisien
dari produk electron sekunder melampaui kesatuan. Secara matematis, kondisi
untuk breakdown dapat dituliskan sebagai berikut
(AB + CD) > 1 (2.32)
Kemudian, Trump dan Van de
Graaff mengukur koefisien tersebut dan menunjukkan bahwa mereka terlalu kecil
untuk proses ini berlangsung. Dengan demikian, teori ini adalah diubah untuk
memungkinkan adanya ion negatif dan kriteria untuk rincian kemudian menjadi
(AB + EF) > 1 (2.33)
Dimana A dan B adalah
sama seperti sebelumnya dan E
dan F merupakan koefisien untuk
pembebasan ion negatif dan positif oleh ion-ion positif dan negatif. Eksperimen
tersebut ditemukan bahwa nilai-nilai produk EF cukup dekat ke kesatuan untuk elektroda tembaga, aluminium
dan stainless steel untuk membuat mekanisme ini diterapkan pada tegangan 250 kV
ke atas.
(b) Teori Medan Emisi
(i) Mekanisme Pemanasan Anoda
Teori ini mendalilkan bahwa
elektron dihasilkan pada mikro-proyeksi kecil pada katoda karena emisi lapangan
membombardir anoda menyebabkan kenaikan lokal di suhu dan pelepasan gas dan uap
ke dalam celah ruang hampa. Elektron ini mengionisasi atom-atom gas dan
menghasilkan ion-ion positif. Ion-ion positif yang tiba di katoda, meningkatkan
emisi elektron primer karena pembentukan ruang muatan dan menghasilkan elektron
sekunder dengan membombardir permukaan. Proses berlanjut sampai jumlah yang
memadai elektron diproduksi untuk menimbulkan kerusakan, seperti dalam kasus
Townsend jenis debit gas tekanan rendah. Hal ini secara skematis diperlihatkan
pada Gambar. 2.25.
(ii) Mekanisme Pemanasan Katoda
Mekanisme ini mendalilkan bahwa
dekat celah tegangan breakdown, titik yang tajam pada permukaan katoda
bertanggung jawab atas keberadaan arus pre-breakdown, yang dihasilkan sesuai
dengan proses medan emisi dijelaskan di bawah ini.
Arus ini menyebabkan pemanasan
resistif di ujung titik dan ketika kepadatan arus kritis tercapai, ujung
meleleh dan meledak, sehingga memulai debit ruang hampa. Mekanisme ini disebut
medan emisi seperti yang ditunjukkan secara skematis pada Gambar. 2.26. Dengan
demikian, inisiasi kerusakan tergantung pada kondisi dan sifat dari permukaan
katoda. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa kerusakan terjadi oleh proses ini
ketika medan listrik katoda efektif adalah urutan 106 sampai 107
V/cm.
(c) Mekanisme Penggumpalan
Pada dasarnya teori ini telah dikembangkan pada asumsi berikut (Gambar 2.27):
Pada dasarnya teori ini telah dikembangkan pada asumsi berikut (Gambar 2.27):
· Sebuah partikel longgar
terikat (gumpalan) ada di salah satu permukaan elektroda.
· Pada penerapan tegangan
tinggi, partikel ini akan mendapat muatan, kemudian akan terlepas dari
elektroda induk, dan dipercepat di celah.
· Breakdown terjadi karena debit
di uap atau gas dilepas oleh dampak dari partikel pada elektroda target.
Cranberg adalah orang pertama
yang mengusulkan teori ini. Dia awalnya mengasumsikan breakdown yang akan terjadi
ketika energi per satuan luas, W,
dikirim ke elektroda target dengan gumpalan melebihi nilai C, sebuah konstanta, karakteristik
dari sepasang elektroda tertentu. Kuantitas W adalah produk dari tegangan celah (V) dan kerapatan muatan pada gumpalan. Yang terakhir adalah
sebanding dengan medan listrik E
pada elektroda asal. Kriteria untuk breakdown, oleh karena itu,
VE = C’ (2.34)
Dalam kasus elektroda bidang
sejajar medan E = V/d, di mana d adalah jarak antara elektroda. Jadi
kriteria umum untuk breakdown menjadi
V = (C d)1/2 (2.35)
di mana C merupakan konstanta yang melibatkan C dan kondisi permukaan elektroda.
Cranberg menyajikan ringkasan
hasil eksperimen yang memuaskan kriteria breakdown ini dengan cukup akurat. Dia
menyatakan bahwa asal gumpalan adalah katoda dan memperoleh nilai C konstan sebesar 60 x 1010
V2/cm (untuk partikel besi). Namun persamaan kemudian dimodifikasi
sebagai V = C dα ,
dimana variasi α antara 0,2 dan 1,2 tergantung pada panjang celah dan bahan
elektroda, dengan maksimum pada 0,6. Ketergantungan V pada bahan elektroda, berasal dari pengamatan tanda-tanda pada
permukaan elektroda. Kawah yang diamati pada anoda dan daerah meleleh pada
katoda atau sebaliknya setelah breakdown tunggal.