Jumat, 13 Mei 2016

JENIS KEGAGALAN (BREAKDOWN) PADA BAHAN ISOLATOR



Kegagalan Pada Isolasi Cair (Minyak)
Karakteristik pada isolasi minyak trafo akan berubah jika terjadi ketidakmurnian di dalamnya. Hal ini akan mempercepat terjadinya proses kegagalan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan isolasi antara lain adanya partikel padat, uap air dan gelembung gas.

Mekanisme Kegagalan Isolasi Cair
Teori mengenai kegagalan dalam zat cair kurang banyak diketahui dibandingkan dengan teori kegagalan gas atau zat padat. Hal tersebut disebabkan karena sampai saat ini belum didapatkan teori yang dapat menjelaskan proses kegagalan dalam zat cair yang benar-benar sesuai antara keadaan secara teoritis dengan keadaan sebenarnya. Teori kegagalan zat isolasi cair dapat dibagi menjadi empat jenis sebagai berikut:
a. Teori Kegagalan Elektronik
Teori ini merupakan perluasan teori kegagalan dalam gas, artinya proses kegagalan yang terjadi dalam zat cair dianggap serupa dengan yang terjadi dalam gas. Oleh karena itu supaya terjadi kegagalan diperlukan elektron awal yang dimasukkan kedalam zat cair. Elektron awal inilah yang akan memulai proses kegagalan.
b. Teori Kegagalan Gelembung
Kegagalan gelembung atau kavitasi merupakan bentuk kegagalan zat cair yang disebabkan oleh adanya gelembung-gelembung gas di dalamnya.
c. Teori Kegagalan Bola Cair
Jika suatu zat isolasi mengandung sebuah bola cair dari jenis cairan lain, maka dapat terjadi kegagalan akibat ketakstabilan bola cair tersebut dalam medan listrik. Medan listrik akan menyebabkan tetesan bola cair yang tertahan didalam minyak yang memanjang searah medan dan pada medan yang kritis tetesan inimenjadi tidak stabil. Kanal kegagalan akan menjalar dari ujung tetesan yang memanjang sehingga menghasilkan kegagalan total.
d. Teori Kegagalan Tak Murnian Padat
Kegagalan tak murnian padat adalah jenis kegagalan yang disebabkan oleh adanya butiran zat padat (partikel) didalam isolasi cair yang akan memulai terjadi kegagalan.

Kegagalan Pada Isolasi Padat
Kegagalan isolasi padat terdiri dari :
A.    Kegagalan asasi (intrinsik) terjadi jika diterapkan tegangan tinggi pada lapisan dielektrik yang tipis. Hal ini terjadi pada waktu yang singkat dan disebabkan karena medan listrik yang tinggi di mana elektron mendapat energi dari tegangan luar sehingga melintasi celah yang terlarang sampai ke lapisan konduksi. Sifat kegagaln ini adalah :
         Terjadi pada suhu yang rendah, suhu kamar atau lebih rendah. Kekuatan kegagalan tidak bergantung pada bentuk gelombang dari tegangan yang diterapkan dan terjadi pada waktu yang singkat.
          Kegagalan bergantung pada bentuk, besar dari spesimen dan bentuk dari kegagalan.

B.  Kegagalan elektromekanik adalah kegagalan yang disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat sehingga timbul tekanan listrik pada bahan tersebut. Tekanan listrik yang terjadi menimbulkan tekanan mekanik yang menyebabkan timbulnya tarik menarik antara kedua elektroda tersebut. Pada tegangan 106 volt/cm menimbulkan tekanan mekanik 2 s.d 6 kg/cm2. Tekanan atau tarikan mekanis ini berupa gaya yang bekerja pada zat padat berhubungan dengan Modulus Young.

C.  Kegagalan Streamer
Untuk mendapatkan kegagalan streamer, ujung katoda haru dimasukkan dalam isolasi yang akan diuji. Bila elektroda ditempatkan pada permukaan bahan isolasi maka elektron dari katoda akan menembus ke anoda melewati dua medium, yaitu medium udara diperbatasan dan langsung melewati dielektrik. Karena permitivitas udara lebih kecil dari elektrik, kegagalan ini terjadi lebih awal daripada dielektrik. Kegagalan dielektrik tidak berbentuk discharge tunggal tapi berbentuk pohon yang bercabang yang dinamakan “linchtenberger tree” di mana proses terjadinya sangat singkat ( detik hingga beberapa menit ).

D.   Kegagalan Termal
Umumnya terjadi karena panas disebabkan kerugian dielektrik. Panas sebagaian dipakai untuk menaikkkan suhu dari bahan dielekrik dan sebagian hilang di udara. Kenaikan suhu menyebabkan konduktivitas naik. Kriterianya adalah sebgai berikut:
         Terjadi pada suhu tinggi
         Kekuatan medan pada waktu terjadinya kegagalan tergantung pada bentuk dan besarnya isolasi
         Waktu yang diperlukan untuk kegagalan adalah dalam milidetik
         Pada medan bolak balik harga tegangan gagal lebih kecil dari medan yang tetap karena kerugian daya bertambah

E.   Kegagalan Erosi
Pada pembuatan suatu isolasi dari kabel bawah tanah dan alat lainnya kadang-kadang tidak sempurna, sehingga sering terdapat rongga dalam isolasi. Rongga ini berisi udara atau benda lain, yang mempunyai kekuatan medan atau kekuatan dielektrik yang berbeda dengan kekuatan dielektrik dari bahan isolasi. Bila rongga berisi udara maka akan terdapat konsentrasi medan listrik. Karena itu, pada nilai tegangan normal kekuatan medan pada rongga dapat bernilai melebihi kekuatan kegagalan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kegagalan. Kekuatan medan dalam reongga ditentukan oleh perbandingan dari permitivitas dan bentuk rongga. Pada setiap pelepasan muatan terjadilah panas, dan lama kelamaan muka dari rongga akan terjadi karbonisasi dan dapat merusak susunan kimia isolasi dan terjadinya erosi. Mason dan Krueger melakukan percobaan pada suatu spesimen berbentuk persegi panjang. Benda dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang terdapat rongga dan bagian yang tidak rongga.

Kegagalan yang terjadi pada praktek :
1.      Kegagalan Kimia dan Elektro Kimia
Kehadiran udara dan gas lainnya menyebabkan bahan isolasi padat mangalami perubahan struktur secara kimiawi yang dapat berlanjut pada tekanan listrik secara terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan isolasi. Beberapa reaksi kimia penting yang terjadi adalah :
         Oksidasi : Kehadiran udara atau oksigen, pada material padat seperti karet dan polyethilene mengalami oksidasi yang dapat meyebabkan keretakan pada permukaan isolator.
         Hidrolisis : Ketika uap air dan embun muncul di atas permukaan suatu material padat, maka hidrolisis akan terjadi dan material tersebut dan menyebabkan material akan kehilangan atau berkurang sifat listrik maupun sifat mekanisnya. Hidrolisis biasanya terjadi pada material padat seperti kertas, kain dan beberapa material seluler akan mengalami perubahan sifat kimiawi yang sangat cepat. Perubahan kimia (hidrolisis) juga terjadi pada material padat lainnya seperti plastik (polyethilene) yang menyebabkan penurunan umur pakai dari material tersebut (aging).
         Aksi Kimiawi. Meskipun tidak terdapat medan listrik yang tinggi, namun peningkatan penurunan sifat kimia pada material isolasi dapat menyebabkan terjadinya berbagai proses material isolasi dapat menyebabkan terjadinya berbagai proses ketidakstabilan kimiawi karena adanya temperatur yang tinggi, oksidasi maupun terbentuknya ozon. Meskipun material isolasi padat digunakan pada berbagai kepentingan penggunaan dan kondisi yang berbeda, reaksi kimia akan terjadi pada berbagai material yang dapat mandorong terjadinya penurunan sifat listrik maupun sifat mekanis yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kegagalan isolasi.
Efek elektro-kimia dan penurunan sifat kimia material dapat diperkecil dengan cara mengkaji lebih mendalam dan melakukan pengujian material secara lebih berhati-hati. Isolatornya yang terbuat dari bahan glass (campuran sodium) harus dihindarkan dari keadaan udara lembab dan basah, sebab sodium dapat menyebabkan keadaan menjadi tidak stabil, sehingga soda yang dilepaskan ke permukaan akan menimbulkan pembentukan suatu alkali kuat yang akan menyebabkan penurunan sifat material secara menyeluruh.

2.  Kegagalan Tracking dan Treeing
Jika suatu bahan isolasi padat diterapkan tekanan listrik dalam jangka waktu yang lama maka akan mengalami kegagalan. Secara umum, terdapat dua gejala yang dapat diamati pada material tersebut, yaitu: (a) Adanya bagian konduksi pada permukaan isolator. (b) Suatu mekanisme yang bekerja yang menyebabkan arus bocor melalui bagian konduksi yang pada akhirnya mendorong ke arah pembentukan suatu percikan (discharge). Percikan yang terjadi akan menyebar selama proses penjejakan karbon (tracking) dan membentuk cabang-cabang yang menyerupai pohon (pepohonan) yang dikenal dengan istilah “treeting”.
Fenomena pepohonan listrik (treeing) dapat dijelaskan dengan menggunakan sebuah spesimen (conducting film) yang diletakkan di antara dua elektroda. Dalam prakteknya, spesimen tersebut diberikan suatu cairan pelembab kemudian diterapkan tegangan, dan dalam waktu tertentu pada permukaan spesimen akan mengalami kekeringan. Pada saat yang sama terjadi percikan yang dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan material. Pada material padat seperti kertas, akan terbentuk karbonisasi di daerah terjadinya percikan api, dan selanjutnya karbonisasi yang terbentuk akan bertindak sebagai saluran konduksi permanen yang kemudiannya dapat meningkatkan tekanan yang berlebihan. Proses ini adalah merupakan proses kumulatif, dan isolator mengalami kegagalan akibat terjadinya jembatan karbon diantara elektroda. Fenomena ini dikenal dengan istilah “tracking”.
Pada sisi yang lain, treeing terjadi karena erosi dari material pada ujung percikan. Erosi mengakibatkan permukaan menjadi kasar, dan oleh sebab itu dapat menjadi sumber pengotoran dan pencemaran. Kejadian ini akan meningkatkan konduktivitas, dan pada sisi yang lain akan membentuk jembatan antara bagian konduksi tadi dengan elektroda yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan mekanik (keretakan ) pada bahan isolator.
Umumnya, tracking terjadi pada tegangan yang rendah yaitu sekitar 100 V, sedang treeing terjadi pada tegangan tinggi. Treeing dapat dicegah melalui usaha membersihkan permukaan material, menciptakan keadaan kering, dan pada permukaan yang halus (yang tidak terjadi kekasaran permukaan). Oleh karena itu pemilihan material harus didasarkan pada material yang mempunyai resistansi yang tinggi terhadap fenomena “treeing”.

Kegagalan Pada Isolasi Gas
Saat ini dikenal dua mekanisme kegagalan gas yaitu :

  •          Mekanisme Townsend

  •          Mekanisme Streamer

1. Mekanisme Kegagalan Townsend
Pada proses primer, elektron yang dibebaskan bergerak cepat sehingga timbul energi yang cukup kuat untuk menimbulkan banjiran elektron. Jumlah elektron Ne pada lintasan sejauh dx akan bertambah dengan dNe, sehingga elektron bebas tambahan yang terjadi Ne.dx . Ternyata jumlah elektron bebas α dalam lapisan dx adalah dNe = dNe yang bertambah akibat proses ionisasi sama besarnya dengan jumlah Ne.(t).dt; α ion positif dN+ baru yang dihasilkan, sehingga dNe = dN+ = dimana :
α : koefisien ionisasi Townsend
dN+ : jumlah ion positif baru yang dihasilkan Ne : jumlah total elektron
Vd : kecepatan luncur elektron
konstan,Ne = N0, x = α Pada medan uniform,x α ε Ο sehinggaNe = NO Jumlah elektron yang menumbuk anoda per ε detik sejauh d dari katoda sama dengan jumlah ion positif yaitu N+ = N0 x α
Jumlah elektron yang meninggalkan katoda dan mencapai anoda adalah :
Arus ini akan naik terus sampai terjadi peralihan menjadi pelepasan yang bertahan sendiri. Peralihan ini adalah percikan dan dα ε diikuti oleh perubahan arus dengan cepat dimana karena >> d secara teoritis menjadi tak terhingga, tetapi α ε O À1 maka dalam praktek hal ini dibatasi oleh impedansi rangkaian yang menunjukkan mulainya percikan.

2. Mekanisme Kegagalan Streamer
Ciri utama kegagalan streamer adalah postulasi sejumlah besar foto ionisasi molekul gas dalam ruang di depan streamer dan pembesaran medan listrik setempat oleh muatan ruang ion pada ujung streamer. Muatan ruang ini menimbulkan distorsi medan dalam sela. Ion positif dapat dianggap stasioner dibandingkan elektron-elektron yang begerak cepat dan banjiran elektron terjadi dalam sela dalam awan elektron yang membelakangi muatan ruang ion positif. Medan Er yang dihasilkan oleh muatan ruang ini pada jari jari R adalah :
Pada jarak dx, jumlah pasangan x dx sehingga : α ε α elektron yang dihasilkan adalah R adalah √jari jari banjiran setelah menempuh jarak x, dengan rumus diffusi R= (2Dt). Dimana t = x/V sehingga
dimana :
N : kerapatan ion per cm2, e : muatan elektron ( C ), 0 : permitivitas ruang bebas,ε R : jari jari (cm), V : kecepatan banjiran, dan D : koefisien diffusi.
Udara
Udara merupakan bahan isolasi yang mudah didapatkan, mempunyai tegangan tembus yang cukup besar yaitu sekitar 30 kV/cm. kalau dua buah elektroda yang dipisahkan dengan udara mempunyai beda potensial yang tinggi yaitu tegangan yang melebihi tegangan tembus, maka akan timbul loncatan bunga api. Bila tegangan itu dinaikkan lagi, maka akan terjadi busur api. Besarnya tegangan tembus dipengaruhi oleh tekanan udara. Secara umum,makin besar tekanannya, main besar pula tegangan tembusnya. Tetapi pada keadaan pakemjustru tegangan tembus akan menjadi lebih besar. Keadaan yang demikian inilah yang justru digunakan atau diterapkan pada peralatan listrik.
Sulphur Hexa Fluorida
Sulphur Hexa Fluorida (SF6) merupakan suatu gas bentukan antara unsur sulphur dengan fluor dengan reaksi eksotermis :
S + 3 F2 SF6 + 262 kilo kalori
Sampai saat ini SF6 merupakan gas terberat yang mempunyai massa jenis 6.139 kg/m3 yaitu sekitar 5 kali berat udara pada suhu 00 celcius dan tekanan 1 atmosfir.
Sifat dari SF6 sebagai media pemadam busur api dan relevansinya pada sakelar pemutus beban adalah :
a. Hanya memerlukan energi yang rendah untuk mengoperasikan mekanismenya. Pada prinsipnya, SF6 sebagai pemadam busur api adalah tanpa memerlukan energi untuk mengkompresikannya, namun semata-mata karena pengaruh panas busur api yang terjadi.
b. Tekanan SF6 sebagai pemadam busur api maupun sebagai pengisolasi dapat dengan mudah dideteksi
c. Penguraian pada waktu memadamkan busur api maupun pembentukannya kembali setelah pemadaman adalah menyeluruh
d. Relatif mudah terionisasi sehingga plasmanya pada CB konduktivitas tetap rendah dibandingkan pada keadaan dingin. Hal ini mengurangi kemungkinan busur api tidak stabil dengan demikian ada pemotongan arus dan menimbulkan tegangan antar kontak.
e. Karakteristik gas SF6 adalah elektro negatif sehingga penguraiannya menjadikan dielektriknya naik secara bertahap 

Kegagalan Pada Isolasi Vacum
Dalam jenis Townsend debit dalam gas dijelaskan sebelumnya, elektron bisa dikalikan karena berbagai proses ionisasi dan sebuah longsoran elektron terbentuk. Dalam ruang hampa tinggi, bahkan jika elektroda dipisahkan oleh, katakanlah, beberapa sentimeter, elektron melintasi jarak tanpa menemui tabrakan. Oleh karena itu, perkembangan arus sebelum breakdown tidak dapat disebabkan oleh pembentukan elektron longsoran. Namun, jika gas dibebaskan dalam ruang hampa, kemudian, breakdown dapat terjadi dengan cara yang dijelaskan oleh proses Townsend. Dengan demikian, berbagai mekanisme breakdown dalam ruang hampa tinggi bertujuan pada membangun jalan di mana pembebasan gas dapat dibawa sekitar dalam selang ruang hampa.
Selama 70 tahun terakhir atau lebih, banyak mekanisme yang berbeda untuk breakdown dalam ruang hampa telah diusulkan. Ini dapat secara luas dibagi menjadi tiga kategori
(a) mekanisme pertukaran partikel
(b) mekanisme medan emisi
(c) teori penggumpalan
(a) Mekanisme Pertukaran Partikel
Dalam mekanisme ini diasumsikan bahwa sebuah partikel bermuatan akan dipancarkan dari satu elektroda dalam aksi dari medan elektrik tinggi, dan ketika itu menimpa elektroda yang lain, membebaskan partikel bermuatan secara berlawanan. Partikel-partikel ini yang dipercepat dengan menerapkan tegangan balik pada elektroda pertama dimana mereka melepas lebih dari jenis partikel aslinya. Ketika proses ini menjadi kumulatif, sebuah rantai reaksi timbul dimana mengarah kepada breakdown dari selang tersebut.

Mekanisme pertukaran partikel melibatkan electron-elektron, ion positif, photon dan gas yang diserap pada permukaan elektroda. Kualitatif, sebuah electron berada dalam selang ruang hampa yang dipercepat menuju anoda, dan pada dampak pelepasan ion A positif dan photon C. Ion-ion positif ini telah dipercepat menuju katoda, dan dampaknya tiap ion positif membebaskan elektron-elektron B dan tiap photon membebaskan elektron-elektron D. Ini ditampilkan skematiknya pada Gambar. 2.24. Breakdown akan terjadi jika koefisien dari produk electron sekunder melampaui kesatuan. Secara matematis, kondisi untuk breakdown dapat dituliskan sebagai berikut
(AB + CD) > 1 (2.32)
Kemudian, Trump dan Van de Graaff mengukur koefisien tersebut dan menunjukkan bahwa mereka terlalu kecil untuk proses ini berlangsung. Dengan demikian, teori ini adalah diubah untuk memungkinkan adanya ion negatif dan kriteria untuk rincian kemudian menjadi
(AB + EF) > 1 (2.33)
Dimana A dan B adalah sama seperti sebelumnya dan E dan F merupakan koefisien untuk pembebasan ion negatif dan positif oleh ion-ion positif dan negatif. Eksperimen tersebut ditemukan bahwa nilai-nilai produk EF cukup dekat ke kesatuan untuk elektroda tembaga, aluminium dan stainless steel untuk membuat mekanisme ini diterapkan pada tegangan 250 kV ke atas.
(b) Teori Medan Emisi
(i) Mekanisme Pemanasan Anoda
Teori ini mendalilkan bahwa elektron dihasilkan pada mikro-proyeksi kecil pada katoda karena emisi lapangan membombardir anoda menyebabkan kenaikan lokal di suhu dan pelepasan gas dan uap ke dalam celah ruang hampa. Elektron ini mengionisasi atom-atom gas dan menghasilkan ion-ion positif. Ion-ion positif yang tiba di katoda, meningkatkan emisi elektron primer karena pembentukan ruang muatan dan menghasilkan elektron sekunder dengan membombardir permukaan. Proses berlanjut sampai jumlah yang memadai elektron diproduksi untuk menimbulkan kerusakan, seperti dalam kasus Townsend jenis debit gas tekanan rendah. Hal ini secara skematis diperlihatkan pada Gambar. 2.25.

(ii) Mekanisme Pemanasan Katoda
Mekanisme ini mendalilkan bahwa dekat celah tegangan breakdown, titik yang tajam pada permukaan katoda bertanggung jawab atas keberadaan arus pre-breakdown, yang dihasilkan sesuai dengan proses medan emisi dijelaskan di bawah ini.
Arus ini menyebabkan pemanasan resistif di ujung titik dan ketika kepadatan arus kritis tercapai, ujung meleleh dan meledak, sehingga memulai debit ruang hampa. Mekanisme ini disebut medan emisi seperti yang ditunjukkan secara skematis pada Gambar. 2.26. Dengan demikian, inisiasi kerusakan tergantung pada kondisi dan sifat dari permukaan katoda. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa kerusakan terjadi oleh proses ini ketika medan listrik katoda efektif adalah urutan 106 sampai 107 V/cm.


(c) Mekanisme Penggumpalan
Pada dasarnya teori ini telah dikembangkan pada asumsi berikut (Gambar 2.27):
· Sebuah partikel longgar terikat (gumpalan) ada di salah satu permukaan elektroda.
· Pada penerapan tegangan tinggi, partikel ini akan mendapat muatan, kemudian akan terlepas dari elektroda induk, dan dipercepat di celah.
· Breakdown terjadi karena debit di uap atau gas dilepas oleh dampak dari partikel pada elektroda target.
Cranberg adalah orang pertama yang mengusulkan teori ini. Dia awalnya mengasumsikan breakdown yang akan terjadi ketika energi per satuan luas, W, dikirim ke elektroda target dengan gumpalan melebihi nilai C, sebuah konstanta, karakteristik dari sepasang elektroda tertentu. Kuantitas W adalah produk dari tegangan celah (V) dan kerapatan muatan pada gumpalan. Yang terakhir adalah sebanding dengan medan listrik E pada elektroda asal. Kriteria untuk breakdown, oleh karena itu,
VE = C’ (2.34)
Dalam kasus elektroda bidang sejajar medan E = V/d, di mana d adalah jarak antara elektroda. Jadi kriteria umum untuk breakdown menjadi
V = (C d)1/2 (2.35)
di mana C merupakan konstanta yang melibatkan C dan kondisi permukaan elektroda.

Cranberg menyajikan ringkasan hasil eksperimen yang memuaskan kriteria breakdown ini dengan cukup akurat. Dia menyatakan bahwa asal gumpalan adalah katoda dan memperoleh nilai C konstan sebesar 60 x 1010 V2/cm (untuk partikel besi). Namun persamaan kemudian dimodifikasi sebagai V = C dα , dimana variasi α antara 0,2 dan 1,2 tergantung pada panjang celah dan bahan elektroda, dengan maksimum pada 0,6. Ketergantungan V pada bahan elektroda, berasal dari pengamatan tanda-tanda pada permukaan elektroda. Kawah yang diamati pada anoda dan daerah meleleh pada katoda atau sebaliknya setelah breakdown tunggal.